Rabu, 25 Juni 2008

Info Autis

Kromosom Abnormal Penyebab Autisme
Si kecil Ludin suka bermain sendirian sejak berumur dua tahun. Ia sering marah dan gusar bila ditemani bermain. Awalnya, ibunda Ludin, Nyonya Imroatus, menganggap putranya tak punya kelainan. Ia menyangka, putranya cuma ogah ditemani.Tetapi, setelah Ludin berumur tiga tahun, kebiasaan itu tak kunjung berubah. Bocah ini malah cenderung cuek terhadap lingkungannya. Ludin tak mau menyahut bila dipanggil. Ia ogah berkomunikasi dengan siapa pun. Bocah ini cenderung asyik dengan dirinya sendiri.Nyonya Imroatus mengkhawatirkan perkembangan putra semata wayangnya. Ia lantas membawa si kecil ke ahli psikiatri. Hasil analisis psikiater, Ludin mengalami autisme. Nyonya Imroatus kaget bukan kepalang setelah mengetahui kondisi putranya, mengingat selama ini anak autisme tergolong sulit ditangani.Nyonya Imroatus tak patah arang. Demi masa depan putranya, apa pun dia lakukan. Kini Nyonya Imroatus rajin membawa si buah hati berobat dan berkonsultasi dengan dokter ahli di Rumah Sakit Soetomo, Surabaya.Selama tiga bulan terakhir ini, Ludin menjalani terapi di rumah sakit itu. Perkembangannya lumayan pesat. Ludin mulai mau mengucapkan sejumlah kosakata sederhana: "bapak", "ibu", dan "makan". Nyonya Imroatus tak habis pikir, mengapa anaknya menderita autisme.Padahal, di lingkungan keluarganya tak satu pun yang menderita autisme. Baik keluarga dari pihak ayah atau ibu Nyonya Imroatus maupun keluarga suaminya. Karena itulah, ia kaget setelah membaca berita bahwa autisme bersifat genetik. "Yang dialami anak saya itu yang pertama di keluarga kami," kata Nyonya Imroatus.Kaitan genetik dengan autisme muncul dari pernyataan Steven Scherer, peneliti di Universitas Toronto, Kanada. Ia bersama para ilmuwan dari sejumlah negara melakukan penelitian tentang autisme yang didanai Autism Genome Project Cabang Kanada. Scherer bersama para ilmuwan dari sembilan negara mengumpulkan gen dari 1.168 keluarga.Tiap-tiap keluarga itu memiliki minimal dua anak autis. Scherer memeriksa kromosom X yang berjumlah 23. Ternyata, pada masing-masing kromosom ada beberapa gen yang abnormal. Dari situlah ia berkesimpulan bahwa autisme bersifat genetik. Dan pada kromosom nomor 11 itulah yang paling menonjol kelainannya."Fakta ini menunjukkan bahwa 90% penyebab autisme adalah gen," kata Scherer, seperti dikutip ABCnews.com, Senin pekan silam. Ia menyatakan bahwa studi itu belum kelar. Kemungkinan Scherer bisa merampungkan penelitiannya ini paling singkat tiga tahun lagi.Lewat penelitian itu, Scherer berharap, nanti bisa diketahui berapa banyak gen abnormal yang terlibat dan punya keterkaitan di antara gen-gen. "Jika hal itu sudah diketahui, kemungkinan akan dapat dibuat obatnya," kata Scherer.Dokter Bridget Fernandez, selaku Ketua Autism Genome Project, memperkuat temuan Scherer. Menurut dia, autisme --seperti juga asma-- berkaitan dengan faktor keturunan. Ia yakin, faktor gen berperan, meski autisme tidak akan muncul dalam satu jenjang keturunan. Artinya, autisme bisa tak diturunkan dari orangtua, melainkan bisa juga melalui garis dari buyut.Temuan Scherer tentu saja membuka harapan penyembuhan autisme. Sebab jumlah penyandang autisme kian hari kian bertambah. Dokter Nining Febriana, psikiater anak yang bekerja di Rumah Sakit Dokter Soetomo, mengungkapkan bahwa jumlah anak autis cenderung bertambah, Dalam sebulan, ia rata-rata menerima lima pasien baru yang menderita autisme.Anak autis yang ditangani Dokter Nining dalam sepekan mencapai 40 anak. "Makin hari makin banyak. Mungkin para orangtua mulai sadar," kata Nining. Makin bertambahnya kasus anak autis juga terlihat dari bermunculannya sekolah-sekolah khusus penyandang autisme.Di Jakarta Selatan ada sekolah Mandiga. Lalu di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, telah berdiri Indonesia Centre for Autism Resource and Expertise (Indocare). Indocare akan menjadi pusat percontohan bagi pengembangan sumber daya dan pelatihan khusus untuk anak yang mengalami gangguan spektrum autisme.Di Indonesia, diperkirakan lebih dari 400.000 anak menyandang autisme. Sedangkan di dunia, pada 1987, prevalensi penyandang autisme diperkirakan 1 berbanding 5.000 kelahiran. Sepuluh tahun kemudian, angka itu berubah menjadi 1 anak penyandang autisme per 500 kelahiran. Pada tahun 2000, naik jadi 1:250.Tahun lalu, jumlah anak autis bertambah banyak. Diperkirakan 1:100 kelahiran. Prevalensi penderita autisme kini lebih banyak ketimbang anak-anak penyandang sindroma down, yang ditandai dengan muka Mongoloid.Temuan Scherer menyingkirkan dugaan-dugaan penyebab autisme yang selama ini mendominasi. Ada yang bilang, autisme merupakan dampak buruk merkuri. Bahkan sejumlah vaksin dan obat-obatan pernah disebut-sebut sebagai penyebab autisme.Teori itu tidak mengada-ada, karena kadar merkuri dalam darah penyandang autisme cukup tinggi. Bahkan sebuah penelitian menemukan, kadar merkuri pada rambut anak autis cukup tinggi. Ada peneliti yang mementahkan teori itu, tapi banyak yang mengiyakan.Dugaan lain, autisme disebabkan oleh faktor pemberian nutrisi sewaktu bayi masih di dalam kandungan. Makanan yang mengandung bahan pengawet yang dikonsumsi ibu hamil berpengaruh terhadap pertumbuhan janin."Makanan yang mengandung bahan pengawet, seperti makanan cepat saji, sangat buruk bagi pertumbuhan janin. Makanan laut yang tercemar merkuri juga berbahaya bagi janin," kata Dokter Nining Febriana kepada Ari Sulistyo dari Gatra.Selain makanan instan, ditemukan banyak unsur kasein dan gluterin pada tubuh pasien autisme. Kasein banyak terdapat pada susu sapi, sedangkan gluterin pada terigu. Maka, penyandang autisme dilarang mengonsumsi susu sapi dan makanan yang terbuat dari tepung terigu."Jika itu dipatuhi, jumlah anak autis berangsur-angsur bisa berkurang," ujar Nining. Menanggapi temuan Scherer, Nining mengatakan bahwa faktor genetik dulu memang menjadi dugaan. Segala kemungkinan faktor penyebab autisme masih bisa muncul, termasuk faktor genetik.Dokter Tjin Wiguna, psikiater anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, juga mengamini soal peran kelainan genetik. Ada kemungkinan, keluarga yang punya anak autis akan memiliki anak lagi yang kena penyakit yang sama. "Risikonya 3% lebih tinggi ketimbang dari keluarga normal," katanya. Namun belum dapat digeneralisasi bahwa semua kasus anak autis terjadi karena kelainan gen.Aries Kelana dan Elmy Diah Larasati[Kesehatan, Gatra edisi 16 Beredar Kamis, 1 Maret 2007] Sumber : http://www.gatra.com/artikel.php?id=102873
Back to Top Home

PENDIDIKAN TERPADU MENUJU PENDIDIKAN INKLUSI

  1. PENDIDIKAN TERPADU MENUJU PENDIDIKAN INKLUSI

    PENDAHULUAN
    Kebijakan pemerintah dalam penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.Disemangati oleh seruan International Education For All (EFA)
    Yang dikumandangkan UNESCO,sebagai kesepakatan global.Hasil Word Education Forum di Dakkar,Senegal tahun 2000.Dengan semangat dan jiwa Pasal 31 UUd 1945 tentang hak setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UUSPN No 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan dan Layanan khusus.
    Sedangkan pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi pernyataan Salamanca tahun 1994.Melalui pendidikan inklusi ini diharapkan sekolah-sekolah regule dapat melayani semua anak terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus.Di Indonesia melalui SK Mendiknas NO.002 /u /1986 telah terintis pengembangan sekolah regular yang melayani penuntasan wajib belajar bagi anak berkebutuhan khusus.
    Anak Berkebutuhan khusus adalah : Anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan atau penyimpangan baik itu dari segi fisik,mental-intelektual,socialdan emosional disbanding dengan anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus

    1.Latar Belakang

    Sekolah merupakan suatu wadah atau tempat bagi setiap anak belajar secara formal untuk mendapatkan layanan pendidikan sebagai bekal bagi mereka dalam menghadapi masa depannya.setiap anak menginginkan mereka dapat diterima dan menjadi bagian dari komunitas sekolah baik itu di kelas,dengan guru,dan teman sebaya.Penerimaan yang baik dilingkungan sekolah akan membantu anak untuk dapat bersosialisasi dalam lingkungan yang lebih luas yakni dalam lingkungan masyarakat.Hal ini juga berlaku pada anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus.

    Dewasa ini sebagian anak yang berkebutuhan khusus sudah ada yang mengikuti pendidikan di sekolah regular,namun karena ketiadaan pelayan khusus bagi mereka,akibatnya mereka berpotensi tinggal kelas yang pada akhirnya akan putus sekolah.Akibat lebih lanjut program wajib belajar pendidikan 9 tahun akan sulit tercapai.Untuk itu perlu dilakukan terobosan dengan memberikan kesempatan dan peluang kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperolah pendidikan di sekolah regular.yang disebut dengan istilah “pendidikan terpadu menuju pendidikan inklusi”

    2. Pengertian

    Sekolah Inklusi adalah sekolah yang menampung semua pesarta didik baik yang normal maupun berkelainan di kelas yang sama.Sekolah inklusi menyediakan program pendidikan yang layak dan menantang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik.

    Sekolah inklusi merupakan tempat setiap anak untuk dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut dan saling membantu dengan guru,teman sebaya,maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.

    Setelah kurikulum pendidikan inklusi ini selesai dikembangkan dan dimodifikasi sesuai dengan jenis kelainan peserta didik,maka langkah pokok berikutnya adalah menyiapkan atau mengadakan serta mengelola sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mengembangkan potensi anak.Agar tidak terlalu memberatkan maka setiap kelas sekolah inklusi hanya menampung peserta didik yang mengalami kelainanjenis.

    Pengadaan dan pengelolaan sarana dan prasarana dapat menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat,pemerintah daerah,orang tua dan masyarakat,serta pihak-pihak terkait yang sifatnya tidak mengikat dengan melibatkankomite sekolah.

    Untuk kepentingan pendidikan inklusi peserta didik yang memiliki kelainan dapat dikelompokkan menjadi ;

    - Tunanetra atau gangguan penglihatan
    - Tunarungu atau gangguan pendengaran
    - Tunawicara atau gangguan komunikasi
    - Tunagrahita atau gangguan kecerdasan
    - Tunadaksa atau gangguan fisik dan kesehatan
    - Tunalaras atau gangguan perilaku dan emosi
    - Anak kesulitan belajar
    - Autisma

    Tingkat kecerdasan peserta didik :

    Peserta didik yang memiliki kecerdasan dibawah normal,yaitu peserta didik yang lamban belajar (Slow leaner) dan Tunagrahita,sehingga untuk menyelesaikan materi pelajaran tertentu membutuhkan waktu yang lebih lama disbanding peserta didik seusianya.
    Peserta didik yang memiliki kecerdasan normal diantaranya :
    Tunanetra
    Tunarungu.termasuk peserta didik yang mengalami gangguan komunikasi
    Tunadaksa
    Tunalaras
    Anak berkesulitan belajar diantaranya
    Ø Berkesulitan belajar dalam membaca (Disleksia)
    Ø Berkesulitan belajar dalam menulis (Disgrafia)
    Ø Berkesulitan belajar dalam berhitung (Diskalkulia)


3. Peserta didik yang memiliki kecerdasan di atas normal

Masalah-masalah yang mendorong peserta didik dirujuk antara lain karena peserta didik yang bersangkutan memiliki kondisi sebagai berikut :
Tidak mampu menyelesaiakan tugas-tugas sekolah
Kesulitan bergaul atau bersosialisasi dengan teman
kemampuan membaca yang rendah
tidak mampu memusatkan perhatian
Prestasi belajar jauh dibawah teman-teman sekelasnya
Gangguan mobilitas atau gangguan kondisi fisik dan lain-lain.

Konsisten dengan tujuan dibentuknya tim pendidikan khusus atau tim
pengembangan Program Pendidikan Individual (PPI) adalah :
- Kepala Sekolah
- Pengawas
- Guru kelas
- Guru pendidikan khusus
- Guru kunjung
- Individu yang merujuk

KESIMPULAN

Pendidikan terpadu saat ini diarahkan menuju Pendidikan Inklusif sebagai wadah yang ideal yang diharapkan dapat mengakomodasikan pendidikan bagi semua anak terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus,yang selama ini masih belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan layaknya anak-anak lain.Sebagai wadah yang ideal,Pendidikan Inklusif memiliki 4 karaktristik makna yaitu :
Pendidikan inklusif adalah proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman anak.
Pendidikan inklusif berarti memperdulikan cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan dalam anak belajar.
Pendidikan Inklusif membawa makna bahwa anak kecil yang hadir (disekolah) berpartisipasi dan mendapatkan hasil yang bermakna dalam hidupnya.
Pendidikan inklusif diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong marginal,eksklusif,dan membutuhkan pelayan pendidikan khusus dalam belajar.